Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)



1. DEFINISI
Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai. Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada perubahan posisi kepala. Vertigo pada BPPV termasuk vertigo perifer karena kelainannya terdapat pada telinga dalam, yaitu pada sistem vestibularis. BPPV pertama kali dikemukakan oleh Barany pada tahun 1921. Karakteristik nistagmus dan vertigo berhubungan dengan posisi dan menduga bahwa kondisi ini terjadi akibat gangguan otolit.

2. EPIDEMIOLOGI
Benign Paroxysmal Potitional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai, kira-kira 107 kasus per 100.000 penduduk, dan lebih banyak pada perempuan serta usia tua (51-57 tahun). Jarang ditemukan pada orang berusia dibawah 35 tahun yang tidak memiliki riwayat cedera kepala.

3. ETIOLOGI
Penyebab utama BPPV pada orang di bawah umur 50 tahun adalah cedera kepala. Pada orang yang lebih tua, penyebab utamanya adalah degenerasi sistem vestibuler pada telinga tengah. BPPV meningkat dengan semakin meningkatnya usia.

4. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi BPPV dapat dibagi menjadi dua, antara lain :

a. Teori Cupulolithiasis
Pada tahun 1962 Horald Schuknecht mengemukakan teori ini untuk menerangkan BPPV. Dia menemukan partikel-partikel basofilik yang berisi kalsiurn karbonat dari fragmen otokonia (otolith) yang terlepas dari macula utriculus yang sudah berdegenerasi, menernpel pada permukaan kupula. Dia menerangkan bahwa kanalis semisirkularis posterior menjadi sensitif akan gravitasi akibat partikel yang melekat pada kupula. Hal ini analog dengan keadaan benda berat diletakkan di puncak tiang, bobot ekstra ini menyebabkan tiang sulit untuk tetap stabil, malah cenderung miring. Pada saat miring partikel tadi mencegah tiang ke posisi netral. Ini digambarkan oleh nistagmus dan rasa pusing ketika kepala penderita dijatuhkan ke belakang posisi tergantung (seperti pada tes Dix-Hallpike). KSS posterior berubah posisi dari inferior ke superior, kupula bergerak secara utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan pusing (vertigo). Perpindahan partikel otolith tersebut membutuhkan waktu, hal ini yang menyebabkan adanya masa laten sebelum timbulnya pusing dan nistagmus.

b. Teori Canalithiasis
Tahun1980 Epley mengemukakan teori canalithiasis, partikel otolith bergerak bebas di dalam Kanalis Semi Sirkularis (KSS). Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan partikel ini berada pada posisi yang sesuai dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika kepala direbahkan ke belakang partikel ini berotasi ke atas sarnpai ± 900 di sepanjang lengkung KSS. Hal ini menyebabkan cairan endolimfe mengalir menjauhi ampula dan menyebabkan kupula membelok (deflected), hal ini menimbulkan nistagmus dan pusing. Pembalikan rotasi waktu kepala ditegakkan kernbali, terjadi pembalikan pembelokan kupula, muncul pusing dan nistagmus yang bergerak ke arah berlawanan. Model gerakan partikel begini seolah-olah seperti kerikil yang berada dalam ban, ketika ban bergulir, kerikil terangkat sebentar lalu jatuh kembali karena gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut memicu organ saraf dan menimbulkan pusing. Dibanding dengan teori cupulolithiasis teori ini lebih dapat menerangkan keterlambatan "delay" (latency) nistagmus transient, karena partikel butuh waktu untuk mulai bergerak. Ketika mengulangi manuver kepala, otolith menjadi tersebar dan semakin kurang efektif dalam menimbulkan vertigo serta nistagmus. Hal inilah yag dapat menerangkan konsep kelelahan "fatigability" dari gejala pusing.

5. Pemeriksaan fisik
Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan, dan pada evaluasi neurologis normal.6 Pemeriksaan fisis standar untuk BPPV adalah Dix-Hallpike. Cara melakukannya sebagai berikut :

1). Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan, dan vertigo mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa detik. Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika posisi terlentang kepala ekstensi ke belakang 30–40 derajat, penderita diminta tetap membuka mata untuk melihat nistagmus yang muncul.
2). Kepala diputar menengok ke kanan 45 derajat (kalau KSS posterior yang terlibat). Ini akan menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk bergerak, kalau ia memang sedang berada di KSS posterior.
3). Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita direbahkan sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa.
4). Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut dipertahankan selama 10-15 detik.
5). Komponen cepat nistagmus harusnya “up-bet” (ke arah dahi) dan ipsilateral.
6). Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arah yang yang berlawanan dan penderita mengeluhkan kamar berputar ke arah berlawanan. Berikutnya maneuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri 45 derajat dan seterusnya

Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus. Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya lambat, ± 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus.

6. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan utama pada BPPV adalah manuver untuk mereposisi debris yang terdapat pada utrikulus. Yang paling banyak digunakan adalah manuver seperti yang diperlihatkan pada gambar di bawah. Manuver mungkin diulangi jika pasien masih menunjukkan gejala-gejala. Bone vibrator bisa ditempatkan pada tulang mastoid selama manuver dilakukan untuk menghilangkan debris.

Pasien digerakkan dalam 4 langkah, dimulai dengan posisi duduk dengan kepala dimiringkan 45 derajat pada sisi yang memicu.
(1) pasien diposisikan sama dengan posisi Hall-pike sampai vertigo dan nistagmus mereda.
(2) kepala pasien kemudian diposisikan sebaliknya, hingga telinga yang terkena berada di atas dan telinga yang tidak terkena berada di bawah.
(3) seluruh badan dan kepala kemudian dibalikkan menjauhi sisi telinga yang terkena pada posisi lateral dekubitus, dengan posisi wajah menghadap ke bawah.
(4) langkah terakhir adalah mendudukkan kembali pasien dengan kepala ke arah yang berlawanan pada langkah.

Comments

Popular posts from this blog

Anatomi Fisiologi Colon

Alat Reproduksi Wanita Bagian 2

Anatomi Hepar