Myofascial Syndrome Pain Mechanism
Otot upper trapezius merupakan jenis tipe otot tonik yang bekerja secara konstan bersama-sama otot-otot aksioskapular lain yang memfiksasi dan menstabilisasi leher, termasuk mempertahankan postur kepala yang cenderung jatuh ke depan karena kekuatan gravitasi dan berat kepala itu sendiri.
Kerja otot ini akan meningkat pada kondisi tertentu
seperti adanya postur yang jelek, mekanika tubuh yang buruk, ergonomi kerja
yang buruk, trauma atau strain kronis. Dengan adanya kerja konstan dari otot
tonik ini ditambah dengan adanya faktor-faktor yang memperberat kerja otot
tersebut, maka keseimbangan antara kompresi atau ketegangan dengan rileksasi
pada jaringan myofascial tidak dapat dipertahankan lagi oleh ground substance.
Akibatnya jaringan myofascial dari otot upper
trapezius ini mengalami ketegangan atau kontraksi terus menerus, sehingga akan
menimbulkan stress mekanis pada jaringan myofascial dalam waktu yang lama dan
akan menstimulasi nosiseptor yang ada di dalam otot dan tendon. Semakin sering
dan kuat nosiseptor tersebut distimulasi, maka akan semakin kuat refleks
ketegangan otot.
Hal ini akan meningkatkan nyeri, sehingga
menimbulkan keadaan viscous cycle. Viscous cycle akan mengakibatkan iskemik
lokal akibat dari kontraksi otot yang kuat dan terus-menerus atau
mikrosirkulasi, sehingga jaringan ini akan mengalami kekurangan nutrisi dan
oksigen serta menumpuknya zat-zat sisa metabolisme.
Kemudian akan menstimulus ujung-ujung saraf tepi
nosiseptif tipe C untuk melepaskan suatu neuro peptida, yaitu substansi P. Dengan
demikian, pelepasan tersebut akan membebaskan prostagladin dan diikuti juga
dengan pembebasan bradikinin, potassium ion, serotonin yang merupakan noxius
atau chemical stimuli, sehingga dapat menimbulkan nyeri.
Bersamaan dengan hal itu juga timbul sensibilitas
neuron-neuron pada cornu posterior (PHC) karena dilepaskannya substansi P, akan
meningkatkan mikro sirkulasi lokal dan ekstravasasi plasma dan memacu aktifitas
sel dan histamin, sehingga terjadi proses peradangan yang lebih dikenal dengan
neurogenic inflammation. Peradangan diaktifkan dengan tujuan untuk menyembuhkan
jaringan yang mengalami kerusakan.
Dalam proses perbaikan jaringan myofascial yang
mengalami kerusakan dengan cara menstimulasi fibroblast dalam jaringan
myofascial untuk menghasilkan banyak kolagen. Kolagen yang terbentuk mempunyai
susunan yang tidak beraturan atau cross link, sehingga terbentuk jaringan
fibrous yang kurang elastis yang disebut dengan taut band.
Nyeri akan mempengaruhi terhadap aktifitas sistem
saraf simpatis karena adanya pelepasan substansi P yang akan mengakibatkan
vasokontriksi pada pembuluh darah, kemudian nyeri akan bersifat menyebar
(referred pain) apabila aktivasi fungsi simpatis tidak terkontrol atau disebut
dengan neurovegetative disbalance.
Jika pengaruh nosiseptor berlangsung lama sampai
berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan, maka akan mengakibatkan perubahan
patologis dari saraf dan kulit, diantaranya adalah menurunnya ambang rasa
nyeri, sehingga akan terjadi allodynia, yaitu nyeri yang ditimbulkan oleh
stimulus non noxius terhadap kulit normal. Adanya allodynia akan menimbulkan
nyeri sentuhan pada daerah lesi.
Dengan adanya nyeri, pasien cenderung membatasi
gerakan yang dapat menambah nyeri termasuk gerakan mengulur dari otot upper
trapezius, sehingga pasien harus mempertahankan posisi tertentu. Dengan kata
lain jaringan yang mengalami lesi cenderung immobilisasi. Akibat immobilisasi
terhadap jaringan ini adalah substansi intraseluler yang berisi air menurun dan
jaringan ikat tampak seperti kayu.
Hilangnya air dan glikosaminoglikan ini di samping
menyisakan jumlah kolagen juga menurunkan jarak antar serabut kolagen dalam
jaringan ikat yang kemudian akan menghilangkan gerakan bebas antar serabut.
Hilangnya gerakan bebas ini cenderung untuk membuat jaringan kurang elastis dan
kurang lentur.
Selanjutnya dengan tidak adanya tekanan normal
selama masa immobilisasi serabut kolagen akan membentuk seperti pita dengan
pola yang tidak beraturan dan cross link dapat terbentuk pada tempat yang tidak
diinginkan, sehingga menghambat pergeseran normal. Hilangnya substansi
intraseluler akan membuat serabut menutup secara bersamasama, sehingga cross
link akan lebih mudah terbentuk. Dengan adanya abnormal cross link apabila
terdapat regangan, maka akan mengiritasi serabut saraf αδ dan C, sehingga
timbul nyeri regang.
Comments
Post a Comment